Hari
itu saat kau dan aku tertawa ria dan bercanda bersama, berbagi rasa seakan tak
ingin terpisahkan layaknya bunga dan kembangnya. Ingin rasanya kutemukan sosok
sang waktu agar hariku tak berlalu, agar hari bahagiaku ini tak berlalu dengan
kenangan. Bersamanya lelah dan kletih bukanlah sebuah halangan untuknya menebar
kebahagiaan untukku. Beban hidupku yang semula menghapuskan semangatku untuk
hidup tanum kau dating bagaikan cahaya yang menerangi hatiku yang teah lama
merintih dalam kegelapannya sendiri, kau bukan hanya sebagai lentera tapi kaulah
bintang yang menghiasai hariku.
Ingin rasanya kutemukan sosok sang waktu agar hariku
tak berlalu, tapi ternyata kepedihan menjemputku sebelum sempat kutemukan sang
waktu yang kucari-cari. Senja di sore kala itu seakan menyimpan perih karena
hatiku harus menyaksikan dirimu terenggut tanpa sanggup kupertahankan. Ku ingin
sekali menangis tapi justru ku mendusta pada dunia kalau aku baik-baik saja.
Kini saat malam tiba dinding langit yang
terang menyimpan kelam. Dalam senyum sang rembulan merintih tampa
bintang yang menjadikannya berseri, hari itu juga taman tak lagi indah karena
mawar tak lagi semerbak tapi menyisahkan duri. Hatiku mulai bertanya apakah
arti dari sebuah kisah yang telah lama kujalani ini. Jika memang awal kan
bertemu akhir akankah perpisahan secepat ini. Lalu apa artiku dalam hidupmu…
Seakan
ku kehilangan aza karena ku kehilangan sebagian dalam diriku. Kehilangan yang
paling berharga yang pernah kumiliki. Hal yang paling aku jaga dan paling aku
sayangi kini bukanlah milikku lagi. “Hmmmm…..” kuhelakan nafas panjang lalu
kucoba tuk tenangkan peasaan ini. Hati yang telah tersakiti oleh apa yang
paling ia sayangi. Milikku yang hilang bukanlah kehormatanku sebagai perempuan akan
tetapi aku telah kehilang seorang sahabat yang paling aku sayangi, seorang
teman yang selalu bias mengerti aku, dia layaknya seorang kakak yang senantiasa
menjagaku. Tapi itu dulu dan sekarang dia sudah seperti orang asing yang tidak
aku kenal dalam hitungan menit. Wow…. Inikah sahabatku yang sebenarnya….?
Aku
sendiri tidak megerti tentang apa yang sedang terjadi. Aku masih tidak percaya
bahwa orang yang paling aku percaya kini telah menyia- yiakan kepercayaan yang
kubangun bersamanya selama bertahun-tahun. Memang aku tahu dan aku sadar hati
manusia tidaklah bias ditebak yang tahu yaa hanya dirinya sendiri tapi… aku
telah terbiasa dengan sosoknya sebagai penyemangat hariku.
Semua
pasti kan indah pada waktunya…
Semoga
saja itu benar, setelah hari itu kucoba
menajalani hari tanpamu, berusaha memaknai setiap kenangan yang tercipta
diantara kita dalam bingkai persahabatan dan inilah akhir dari kisah kita.
Sebuah persahabatan yang sangat erat, suatu ikatan yang seasa melebihi
peratalian darah namun entah apa dan bagaimana persahabatan itu harus berakhir
dan tinggal hanya untuk dikenang saja.
“Heii….
Ngelamunin apa kamu…” Andre menepuk pundakku dari belakang
“Gak,
kok Ndre.. aku hanya lagi BT, itu aja kok” jawabku singkat
“Intan…
Intan… orang lain mungkin bisa saja kau bohongi. Tapi aku ANDRE, gak mungkin
kamu bohong pasti ada sesuatu” tanyanya penasaran
Andre
adalah seorang sahabat yang sangat mengerti aku, kta teman-teman aku orang yang
paling bisa melenymbunyikan peasaan sedih sebagaimanapun kacaunya seperih apapun
itu aku bisa menyembunyikannya hingga tak satupun mengetahuinya kecualai Andre
“Bonekaku
rusak…” jawabku mencoba membohonginya tentang yang sebenarnya
“Alah….
Ada- ada saja kamu. Udah ketahuan bohong masih nyari alibi lain lagi.
Sudahlah…” tanyanya penarasan
“Sudahlah
Ndre” kataku
“Ini
anak ditanya sudah bilangnya sudah gimana sich.. itu otak dikemanain” berusaha
menggodaku
Kulihat
dia asyik memainkan topi pemberianku, disampingnya tertulis ANDRE dan sebuah
bintang. Kuperhatikan dia sangat menikmatinya, kesibukannya itu rasanya aku tak
ingin merusak suasana hatinya.
“Iyyy
Ndre, aku memang menyembunyikan sesuatu darimu. Aku takut jika suatu hari nanti
kamu tak lagi disampingku. Bagaimana kau menjalani hariku tanpamu. Apa yang
akan kulakukan jika suatu hari nanti kau bukan lagi sahabatku. Sanggupkah
aku…..” kataku dalam hati
“Kamu
jangan berpikiran yang tidak-tidak”suaranya tiba-tiba mengagetkan lamunanku
“Ahh,,,,
Apa.. ga kok aku tdak mikirin apa-apa” jawabku
“apa
yang membuatmu gelisah” tanyanya mengaetkanku
Pertanyaan
itu seakan-akan dia sudah tahu apa yang bergemelut dalam benakku. Tak pernah
tepikir olehku dia menebak apa yang sedang kupikirkan. Akhirnya mau tidak mau
aku mengatakan hal yang sebenarnya tapi belum sempat aku mengatakannya dia
mendahuluiku
“Sebenarnya
aku juga berpikir sama sepertimu Ntan” katanya
Jelas
saja aku bingung dengan apa yang Andre katakan “Maksudnya” tanyaku
“Aku
sempat berpikir bagaimana seandainya nanti aku tak lagi bisa berada
disampingmu” ucapnya
Mendengar
Andre mengucapkan kalimat itu air mataku lansung menetes tanpa aku sadari.
Tenyata ketakutanku juga dirasakan olehnya, lalu peratanda apa ini. Apakah
persahabatan kami akan berakhir lalu siapa yang menjadi bintang dalam hatiku.
Tidak
hanya sampai disitu Andre kembali melanjutkan perkataannya
“Bagaimana
jika seandainya keadaan berubah, bagaimana jika memang waktu tidak berpihak kepada kita. Kalau saja
persahabatan kita berakhir…”
“Cukup
Ndree” teriakku memotong perkataan Andre
“Dengan
siakpmu itu berarti kau memiliki ketakutan yang sama denganku” jelasnya
Aku
sudah tidak bisa mendengar Andre. Semua yang ingin kukatakan, serta segala apa
yang kurasakan dan kupikirkan ketakutanku kian menjadi-jadi. Air mataku semakin
tak terbendung. Namun saat Ansre menatapku lalu tertawa terbahak-bahak.
Membuatku terdiam sejenak dan menghapus air mataku
“Hahaha…
mau ajha kamu dibohongi…” ejeknya
Aku
memamerkan wajahku yang cemberut sembari memalingkan pandanganku dari wajahnya
yang memerah karena tertawa.
****
Saat
ku berada di tempat itu kenangan ini yang muncul yang membuatku semakin merasa
bersedih, kecewa dan sakit hati. Ternyata ketakutanku benar adanya dan mulai
saat itu aku merasa benar-benar harus mengakhiri kisahku dengannya.
Air
mataku tumpah saat melihat mawar itu bermekaran, aku teringat bagaimana Andre
merawatnya hanya untuk meyenangkan hatiku. Tak terhitung lagi berapa kali
tangannya terkena duri dari mawar yang ia tanam sendiri. Aku mencoba memetik
satu tangkai tapi malah tanganku tertusuk duri, saat itu rasanya perih sekali
dan lagi-lagi aku teringat Andre. Aku saja yang baru sekali tertusuk rasanya
sudah menusuk hamper ke tulang bagaiamana Andre yang sering tertusuk mawar itu.
Saat
ku beranjak dari tempat dudukku kulihat sesuatu yang mengalihkan perhatianku.
Didekat batang mawar itu ada sesuatu yang bersinar kudekati dan berusaha ku
raih, tapi benda itu seperti tertanam namun rasa penasaan mendorong
keberanianku untuk mengambilnya. Bersusah payah aku untuk mendpatkan benda itu
ternyata sebuah box yang didepannya ada bintang yang memiliki permata. Kucoba
membukanya namun tak bisa, penutupnya sangat keras sampai-sampai aku tidak bisa
membukanya box itupun kugoyang-goyangkan. Setelah kuputuskan untuk membawanya
ke kamar dengan setangkai mawar yang telah melukai jari tanganku.
Sudah
hampir satu jam box itu berusaha Intan buka tapi tdk bisa, lalu dia menemukan
sesuatu ada sebuah lubang kunci dibagian sampingnya Intnpun teringat kunci
pemberian Andre. Untung saja kunci itu masih disimpannya, dengan kunci bintang
itu juga box itu dapat terbuka. Isinya sebuah surat yang ditulis dengan tinta
biru. Tulisan tangan itu jelas saja tidak asing baginya. Tulisan itu goresan
tangan Andre.
“Intan
sahabatku…..
Saat
kertas ini berada ditanganmu maka itu berarti aku juga tak lagi bisa
mendampingimu dalam menjalani hari-harimu kelak.
Aku
minta maaf karena aku pergi tanpa pamit, Maaf… karena ku telah membuatmu
bertanya tanpa ada yang menjawab tanyamu lagi…
Apa
yang pernah aku katakan itu aku bersungguh-sungguh aku ingin selalu berada
disampingmu dan terus menjagamu walaupun kita hanya sebagai sahabat, tapi kamu
sudah seperti adikku sendiri.
Jaga
baik-baik kunci bintang itu..
Selamat
tinggal….
Semoga
kau dapatkan sahabat yang lebih baik dariku”
Salam Andre
Setelah
membaca surat itu air mata Intan tak bisa terbendung lagi. Tubuhnya terhempas
ke kasur dan tanpa sengaja menjatuhkan kotak itu hingga membuat kegaduhan. Bu
Risma, ibu Intan yang mendengarnya langsung menemui Intan dikamarnya.
“Intan…..”
teriaknya menghampiri Intan.
“Bu,,,,
Andre bu,,,,”katanya
“iyyy
Andre kenapa…” kata ibu bingung
Saat
itu Intan hapir kehilangan kesadarannya karena tdk memepercayai apa yang baru
saja ia lihat. Ada apa ini kenpa Andre menulis surat itu lalu kemana dia Selama
ini akankah dia sengaja menghilang untuk mrnghidar dariku…. Pertatanyaan itu
yang memenuhi otakku aq benar-benar tidak tahu harus berbuat apa. Malam itu
juga kudatangi rumah Andre, tak peduli hujan dan petir yang menggelegar. Akan
tetapi saat tiba disana kekecewaanlah yang justru kudapatkan. Mobil yang ditumpangi
Andre telah pergi, berusaha ku kejar namun tak bisa mobil itu terlalu kencang
dan hujan turun sangat lebat. Hingga aq kehabisan tenaga penglihatanku buram
dan badanku terasa sangat lemas, dan ketika aku sadar kuterbangun dalam
kamarku. Samar-samar kulihat wajah ayah dan ibu yang npak sangat khawatir. Aku
ingin menangis, menangisi kebodhanku tapi aq sungguh tidak punya tenaga untuk
itu.
“Sekarang
intan istirahat yaaa” kata ibu
Aku
hanya mengaggukkan kepala dan memalingkan wajahku dari mereka. Seketika air
mataku tumpah saat teringat Andre dan foto disudut itu. Aq ingin merelakannya
pergi tapi hatiku sungguh tak mampu tuk melepaskannya terlebih ku tahu dia
takkan pernah kembali untuk menjadi milikku.
Tepat
100 hari setelah itu aq kembali mendapatkan surat dari Andre kali ini aku
benar-benar harus merelakan bintang terakhirku pergi. Hari itu aq diminta untuk
ke sebuah rumah sakit. Sesegera mungkin kuminta ibu untuk megantarku ke rumah
sakit itu aku berlari dengan perasaan yang tak menentu. Aku senang karena pada
akhirnya aq bisa bertemu lagi dengannya dan persaan lain pun muncul di benakku
“kenapa harus di rumah sakit ..?? apa andre sakit???” tak terhitung jumlahnya
berapa pertanyaatan yang mengahntuiku selama perjalanan.
Dan
ketika daku sampai saat itu kulihat wajah ibu Andre yang penuh dengan air mata
yang membasahi seluruh wajahnya. Ekspresi dokter yang seperti kehilangan
harapan dan Andre yang terbaring tak sadarkan diri. Ku perhatikan jantungnya
berdetak perlahan di dekapnya sebuah foto. Bingkainya seperti tidak asing
buatku dan ternyata benar itu fotoku.
Andre
membuka matanya perlahan dan menatapku penuh kasih sayang dan seakan ingin
kembali berlari seperti dulu. Dengan susah payah ia mengangkat tangannya dan
menghapus air mataku. Senyumnya masih sama, dia masih bintangku…
“Intan
…. Waktuku mungkin tidak lama lagi” katanya terbata-bata
“Udah
Ndre, kamu ga boleh ngomong kayak gitu, aku butuh kamu disisi aku” kataku
“Tidak
Ntan, sudah waktunya kita mengakhiri persahabatan kita”ujarnya
Aku
tidak mau mendengar kelanjutan perkataannya namun ia mencaghku untuk mencegat
perkataannya. Kudengarkan desah nafasnya yang terasa sangat berat.
“Aku
tahu sudah terlambat, tapi aku tidak akan merasa tenang sebelum aku mengatakan
perasaanku yang ssebenarnya. Aku mencintaimu Intan, aku sangat menyangimu lebih
dari yang kau tahu, aku ingin menjagamu tapi sepertinya Tuhan berhendak lain.
Aku akan tetap jadi bintangmu, bintang terakhir untukmu” jelasnya
Setelah
itu kuperhatikan ia melafalkan nama Allah dan pergi untuk selama-lamanya. Aku
berteriak histeris rasanya baru sebentar aku megenalnya kenapa ia pergi begitu
cepat. Apa dan siapa lagi yang kan mengobati rasa sakit hati ini. Akan tetapi,
ketika hati telah menemukan tempatnya maka disanalah ia kan bersemayam. “Yaa
aku akan tetap seperti ini kamu akan selalu ada dalam hatiku seperti bayangan
yang seindah bintang terakhir yang bisa kulihat. Dan aku ingin kau mengetahui
bahwa aku juga sangat mencintaimu . . . . “ setelah itu kutinggalkan pemakaman
dengan luka dan kenangan yang selamanya kan menemaniku. Untuk selamanya……..